Sebagaibentuk penghambaan manusia pada Rabbnya, ibadah memerlukan istiqamah. Keteguhan hati dalam mengikuti petunjuk yang dengan jelas telah ditetapkan dalam al-Qur'an dan al-Hadits, tanpa menambah atau mengurangi sedikit pun. Istiqamah sebagai konsep yang syamil (menyeluruh) dan kamil (sempurna) secara sederhana dapat bermakna
Yangdimaksud istiqomah adalah menempuh jalan agama yang lurus benar dengan tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. Pidato tentang istiqomah. Hal ini ditunjukkan oleh hadits di bawah ini. Pidato Tentang Istiqomah Terbaru Kumpulan Pidato Ditulis Admin Kamis 17 September 2020 Tulis Komentar Edit Contoh Teks Pidato Pidato adalah sebuah
Ceramahagama biasanya digunakan umat islam untuk merefresh kembali tentang ilmu agama, berikut adalah beberapa contoh ceramah agama singkat . Contoh naskah dan teks ceramah kita diambil dari . Biasanya ceramah tersebut dilakukan oleh ustad dan ustadzah yang sudah menguasai ilmu agama islam .
Vay Tiền Nhanh. Hadits Arbain Ke 21 – Hadits Tentang Istiqamah merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Anas Burhanuddin, dalam pembahasan Al-Arba’in An-Nawawiyah الأربعون النووية atau kitab Hadits Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi Rahimahullahu Ta’ala. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 6 Muharram 1442 H / 25 Agustus 2020 M. Status Program Kajian Kitab Hadits Arbain Nawawi Status program kajian Hadits Arbain Nawawi AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Selasa sore pekan ke-2 dan pekan ke-4, pukul 1630 - 1800 WIB. Download juga kajian sebelumnya Hadits Arbain Ke 20 – Hadits Tentang Malu Kajian Hadits Arbain Ke 21 – Hadits Tentang Istiqamah Hari ini kita akan berpindah pada hadits nomor 21 dari kitab yang agung ini. Yaitu hadits Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi Radhiyallahu Anhu. Al-Imam An-Nawawi Rahimahullahu Ta’ala mengatakan, dari Sufyan bin Abdillah Radhiyallahu Anhu, bahwasannya beliau berkata “Saya telah berkata kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Wahai Rasulullah, katakanlah dalam Islam ini suatu perkataan yang aku tidak akan bertanya tentangnya kepada seorangpun selain engkau’ Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda قُلْ آمَنْتُ باللهِ ثُمَّ استَقِمْ “Katakanlah aku telah beriman kepada Allah’, kemudian istiqamahlah.” HR. Muslim Jadi ini adalah hadits riwayat Muslim dari Sufyan bin Abdullah Radhiyallahu Anhu. Beliau adalah Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafi, seorang sahabat yang berasal dari kota Thaif dan termasuk rombongan yang mengunjungi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang kemudian dikenal sebagai utusan Thaif. Thaif adalah sebuah kota pegunungan dengan hawa yang dingin menyejukkankan sekitar 80 kilo dari kota Mekah. Dan beliau juga pernah diamanahi untuk memegang urusan zakat di kota Thaif. Bahkan pernah juga menjadi pemimpin di kota Thaif yang mungkin setingkat bupati atau yang semacamnya di kota Thaif ini dan beliau juga meriwayatkan 5 hadits dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dan para penulis biografi beliau tidak menyebutkan pada tahun berapa beliau lahir atau wafat. Dalam hadits ini Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi seperti sahabat lain yang menunjukkan semangat mereka untuk bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang perkara yang bermanfaat untuk mereka. Menjadikan obrolan mereka obrolan yang berkualitas, bermanfaat untuk dunia akhirat mereka. Dan seperti kita juga, mereka menginginkan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kata-kata yang pendek tapi sarat makna, pesan-pesan yang ringkas tetapi memiliki makna yang dalam. Maka ini adalah salah satunya. Lihat bagaimana Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi berkata kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam “Wahai Rasulallah, katakanlah untuk saya dalam Islam ini sebuah perkataan yang aku tidak perlu lagi bertanya kepada orang lain tentang hal itu, cukup aku mendengarnya darimu Wahai Rasulullah satu perkataan yang cukup.” Ini menunjukkan bahwasanya mereka haus, mereka sangat ingin mendengar Jawami’ul Kalim kalimat-kalimat pendek sarat makna dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Yang Jawami’ul Kalim ini kemudian dihimpun oleh para ulama dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah termasuk kalimat yang memiliki sifat Jawami’ul Kalim, pendek dan sarat makna. Maka Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam memenuhi permintaan sahabat beliau. Dan beliau mengatakan “Katakanlah wahai Sufyan bin Abdillah, aku telah beriman kepada Allah kemudian istiqamahlah.” Jadi beliau mengajarkan dua hal, yang pertama mengikrarkan, menyatakan dan bersaksi bahwasanya Tuhanku adalah Allah, aku beriman kepada Allah, setelah itu istiqamah di atas jalan itu. Dalam sebuah riwayat yang lain disebutkan قُلْ رَبِّيَ اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقِمْ “Katakanlah Tuhanku adalah Allah’, kemudian istiqamahlah di atas hal itu.” Dua riwayat ini memiliki makna yang agak berbeda. Adapun riwayat yang kedua, yaitu “Katakanlah Tuhanku adalah Allah kemudian istiqamahlah di atasnya.” Ini senada dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّـهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ ﴿٣٠﴾ “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami adalah Allah kemudian mereka istiqamah di atas hal itu, akan turun kepada mereka Malaikat di saat kematian mereka dan para Malaikat ini mengatakan kepada mereka Jangan kalian takut, jangan kalian sedih sedih, dan bergembiralah dengan surga telah dijanjikan untuk kalian.'” QS. Fussilat[41] 30 Orang-orang yang telah mengatakan “Tuhan kami adalah Allah kemudian mereka istiqaham di atas hal itu” maka mereka akan mendapatkan keutamaan seperti yang telah disebutkan dalam ayat. Mereka akan didatangi oleh Malaikat saat mereka meninggal kemudian dikatakan kepada mereka “Jangan kalian takut kepada urusan setelah kematian dan jangan kalian sedih dengan apa yang kalian tinggalkan, perpisahan dengan keluarga kalian, harta kalian di dunia, dan berbahagialah kalian dengan surga yang telah dijanjikan kepada kalian. Ini senada dengan sabda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Jadi yang dimaksud adalah seorang muslim hendaknya bertauhid kepada Allah, bersyahadat kepada Allah, mengikrarkan keimanan ini, mengumumkan tauhid ini kepada orang lain agar mereka tahu. Kita katakan “Tuhan kita adalah Allah” kemudian kita istiqamah diatas keyakinan bahwa Tuhan kita adalah Allah. Karenanya, saat menafsirkan ayat ini Abu Bakar Ash-Shiddiq mengatakan bahwa makna istiqamah dalam ayat ini adalah mereka tidak berbuat syirik kepada Allah, mereka tidak menyekutukan Allah. Jadi yang dituntut adalah mengikrarkan Tuhan kami adalah Allah kemudian yang kedua adalah istiqamah dalam arti tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun. Ini kelihatannya sederhana, tapi ternyata tidak semudah itu. Karena banyak orang yang menyembah Allah, mencintai Allah, mengagungkan Allah, bersama keyakinan itu mereka masih menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang-orang musyrikin pada zaman jahiliyah juga mereka mengenal Allah, mereka mencintai Allah, bahkan mereka menjadikan Allah lebih tinggi daripada Tuhan-Tuhan mereka, mereka memiliki tauhid rububiyah, tapi bersama dengan ibadah mereka kepada Allah, cinta mereka kepada Allah, pengagungan mereka kepada Allah, mereka masih berbuat syirik dengan menyembah selain Allah meskipun alasan mereka bahwa sesembahan ini adalah pemberi syafaat di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Artinya mereka mengenal Allah, mereka mengagungkan Allah, mereka bahkan menjadikan Allah lebih tinggi derajatnya daripada Tuhan-Tuhan sesembahan mereka, yaitu berhala-berhala yang mereka sembah. Jadi mereka sudah menuhankan Allah, tapi mereka tidak istiqamah, mereka tidak konsisten dengan keimanan itu. Karena mereka masih menyembah selain Allah, meminta kepada selain Allah, menyembelih untuk selain Allah. Mereka tidak istiqamah. Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu juga mengatakan arti istiqamah adalah mereka tidak berpaling kepada Tuhan yang lain selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jadi kalau kita sudah meyakini Allah adalah Tuhan kita, kita istiqamah di atas keyakinan bahwasannya Allah adalah Tuhan kita, Allah adalah satu-satunya yang berhak disembah dan diminta, kita tidak menyembelih untuk selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, itulah yang namanya tauhid. Adapun kalau kita mengatakan cinta Allah, menyembah Allah, tapi masih menyembelih untuk selain Allah, masih meminta kepada orang-orang yang sudah meninggal, masih menyembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka berarti kita belum istiqamah, kita masih berpaling kepada Tuhan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau Abu Bakar Ash-Shiddiq juga mengatakan “Kemudian mereka istiqamah di atas keyakinan bahwasanya Allah adalah Tuhan mereka.” Ini adalah yang dituntut dari kita. Ini menjelaskan tentang pentingnya tauhid dan juga pentingnya istiqamah di atas tauhid. Maka dengan penafsiran seperti ini maka hadits ini dan juga ayat yang baru kita bacakan tadi senada dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala وَاعْبُدُوا اللَّـهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا “Dan sembahlah Allah dan jangan engkau menyekutukan Dia dengan sesuatupun.” QS. An-Nisa[4] 36 Kita diperintahkan untuk mengesakan Allah, bertauhid kepada Allah, dilarang untuk menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Juga senada dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُولَـٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ ﴿٨٢﴾ “Dan orang-orang yang beriman kemudian mereka tidak mencampuri keimanan mereka dengan kedzaliman, mereka akan mendapatkan keamanan dan mereka adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk.” QS. Al-An’am[6] 82 Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwasanya orang-orang yang beriman, kemudian mereka tidak mencampuri keimanan mereka dengan kedzaliman, yang dimaksud dengan kedzaliman di sini adalah kedzaliman akbar, yaitu syirik. Jadi kalau mereka tidak mencampuri keimanan mereka dengan kemusyrikan, maka mereka akan mendapatkan keamanan dan mereka adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Saat mendengar turunnya ayat ini para sahabat merasa berat. Mereka berkata “Wahai Rasulullah, syaratnya berat sekali. Siapa diantara kami yang tidak mendzalimi dirinya? Kalau syarat untuk bisa mendapatkan keamanan dan petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah beriman kemudian tidak mencampuri keimanan dengan kedzaliman, maka itu sangat berat untuk kami Wahai Rasulullah. Karena kami semua tidak bisa memenuhi syarat itu. Kami semuanya memang telah beriman kepada Allah, tapi kami masih berbuat dzalim.” Maka Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam menjelaskan, beliau mengurai problem ini, beliau mengatakan bahwa yang dimaksud kedzaliman di sini bukan kedzaliman seperti yang kalian pahami. Tapi yang dimaksud adalah kedzaliman akbar, seperti yang disebutkan oleh Luqman ketika menasihati putra beliau …يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّـهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ﴿١٣﴾ “Wahai ananda, jangan engkau berbuat syirik kepada Allah, sungguh syirik itu adalah kedzaliman yang besar.” QS. Luqman[31] 13 Mari download mp3 kajian dan simak penjelasan lengkapnya.. Download mp3 Kajian Hadits Podcast Play in new window DownloadSubscribe RSS Lihat juga Hadits Arbain Ke 1 – Innamal A’malu Binniyat Mari raih pahala dan kebaikan dengan membagikan tautan ceramah agama “Hadits Arbain Ke 21 – Hadits Tentang Istiqamah” ini ke jejaring sosial yang Anda miliki seperti Facebook, Twitter dan yang lainnya. Semoga menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua. Barakallahu fiikum. Dapatkan informasi dari Radio Rodja 756 AM, melalui Telegram Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui Facebook
Origin is unreachable Error code 523 2023-06-16 171751 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d84b53e9d4f1ca4 • Your IP • Performance & security by Cloudflare
Seorang sahabat kami tercinta, dulunya adalah orang yang menuntun kami untuk mengenal ajaran islam yang haq yang benar. Awalnya, ia begitu gigih menjalankan ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ia pun selalu memberikan wejangan dan memberikan beberapa bacaan tentang Islam kepada kami. Namun beberapa tahun kemudian, kami melihatnya begitu berubah. Ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang sebenarnya adalah suatu yang wajib bagi seorang pria, lambat laun menjadi pudar dari dirinya. Ajaran tersebut tertanggal satu demi satu. Dan setelah lepas dari dunia kampus, kabarnya pun sudah semakin tidak jelas. Kami hanya berdo’a semoga sahabat kami ini diberi petunjuk oleh Allah. Berlatar belakang inilah, kami menyusun risalah ini. Dengan tujuan agar kaum muslimin yang telah mengenal agama Islam yang hanif ini dan telah mengenal lebih mendalam ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam bisa mengetahui bagaimanakah kiat agar tetap istiqomah dalam beragama, mengikuti ajaran Nabi dan agar bisa tegar dalam beramal. Semoga bermanfaat. Keutamaan Orang yang Bisa Terus Istiqomah Yang dimaksud istiqomah adalah menempuh jalan agama yang lurus benar dengan tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan kepada Allah lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk Inilah pengertian istiqomah yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali. Di antara ayat yang menyebutkan keutamaan istiqomah adalah firman Allah Ta’ala, إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” QS. Fushilat 30 Yang dimaksud dengan istiqomah di sini terdapat tiga pendapat di kalangan ahli tafsir [1] Istiqomah di atas tauhid, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakr Ash Shidiq dan Mujahid, [2] Istiqomah dalam ketaatan dan menunaikan kewajiban Allah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas, Al Hasan dan Qotadah, [3] Istiqomah di atas ikhlas dan dalam beramal hingga maut menjemput, sebagaimana dikatakan oleh Abul Aliyah dan As Dan sebenarnya istiqomah bisa mencakup tiga tafsiran ini karena semuanya tidak saling bertentangan. Ayat di atas menceritakan bahwa orang yang istiqomah dan teguh di atas tauhid dan ketaatan, maka malaikat pun akan memberi kabar gembira padanya ketika maut menjemput3 “Janganlah takut dan janganlah bersedih”. Mujahid, Ikrimah, dan Zaid bin Aslam menafsirkan ayat tersebut “Janganlah takut pada akhirat yang akan kalian hadapi dan janganlah bersedih dengan dunia yang kalian tinggalkan yaitu anak, keluarga, harta dan tanggungan utang. Karena para malaikat nanti yang akan mengurusnya.” Begitu pula mereka diberi kabar gembira berupa surga yang dijanjikan. Dia akan mendapat berbagai macam kebaikan dan terlepas dari berbagai macam kejelekan. 4 Zaid bin Aslam mengatakan bahwa kabar gembira di sini bukan hanya dikatakan ketika maut menjemput, namun juga ketika di alam kubur dan ketika hari berbangkit. Inilah yang menunjukkan keutamaan seseorang yang bisa istiqomah. Al Hasan Al Bashri ketika membaca ayat di atas, ia pun berdo’a, “Allahumma anta robbuna, farzuqnal istiqomah Ya Allah, Engkau adalah Rabb kami. Berikanlah keistiqomahan pada kami.”5 Yang serupa dengan ayat di atas adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala, إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ, أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan “Rabb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada pula berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” QS. Al Ahqaf 13-14. Dari Abu Amr atau Abu Amrah Sufyan bin Abdillah, beliau berkata, يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِى فِى الإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ – وَفِى حَدِيثِ أَبِى أُسَامَةَ غَيْرَكَ – قَالَ قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ ». “Wahai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ajarkanlah kepadaku dalam agama islam ini ucapan yang mencakup semua perkara islam sehingga aku tidak perlu lagi bertanya tentang hal itu kepada orang lain setelahmu [dalam hadits Abu Usamah dikatakan, “selain engkau”]. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Katakanlah “Aku beriman kepada Allah“, kemudian beristiqamahlah dalam ucapan itu.”6 Ibnu Rajab mengatakan, “Wasiat Nabi shallallahu alaihi wa sallam ini sudah mencakup wasiat dalam agama ini seluruhnya.”7 Pasti Ada Kekurangan dalam Istiqomah Ketika kita ingin berjalan di jalan yang lurus dan memenuhi tuntutan istiqomah, terkadang kita tergelincir dan tidak bisa istiqomah secara utuh. Lantas apa yang bisa menutupi kekurangan ini? Jawabnnya adalah pada firman Allah Ta’ala, قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ “Katakanlah “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Rabbmu adalah Rabb Yang Maha Esa, maka tetaplah istiqomah pada jalan yan lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.” QS. Fushilat 6. Ayat ini memerintahkan untuk istiqomah sekaligus beristigfar memohon ampun pada Allah. Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, “Ayat di atas “Istiqomahlah dan mintalah ampun kepada-Nya” merupakan isyarat bahwa seringkali ada kekurangan dalam istiqomah yang diperintahkan. Yang menutupi kekurangan ini adalah istighfar memohon ampunan Allah. Istighfar itu sendiri mengandung taubat dan istiqomah di jalan yang lurus.”8 Kiat Agar Tetap Istiqomah Ada beberapa sebab utama yang bisa membuat seseorang tetap teguh dalam keimanan. Pertama Memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar. Allah Ta’ala berfirman, يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ “Allah meneguhkan iman orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” QS. Ibrahim 27 Tafsiran ayat “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh …” dijelaskan dalam hadits berikut. الْمُسْلِمُ إِذَا سُئِلَ فِى الْقَبْرِ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِى الآخِرَةِ “Jika seorang muslim ditanya di dalam kubur, lalu ia berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat “Allah meneguhkan iman orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”.”9 Qotadah As Sadusi mengatakan, “Yang dimaksud Allah meneguhkan orang beriman di dunia adalah dengan meneguhkan mereka dalam kebaikan dan amalan sholih. Sedangkan di akhirat, mereka akan diteguhkan di kubur ketika menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, pen.” Perkataan semacam Qotadah diriwayatkan dari ulama salaf Mengapa Allah bisa teguhkan orang beriman di dunia dengan terus beramal sholih dan di akhirat alam kubur dengan dimudahkan menjawab pertanyaan malaikat “Siapa Rabbmu, siapa Nabimu dan apa agamamu”? Jawabannya adalah karena pemahaman dan pengamalannya yang baik dan benar terhadap dua kalimat syahadat. Dia tentu memahami makna dua kalimat syahadat dengan benar. Memenuhi rukun dan syaratnya. Serta dia pula tidak menerjang larangan Allah berupa menyekutukan-Nya dengan selain-Nya, yaitu berbuat syirik. Oleh karena itu, kiat pertama ini menuntunkan seseorang agar bisa beragama dengan baik yaitu mengikuti jalan hidup salaful ummah yaitu jalan hidup para sahabat yang merupakan generasi terbaik dari umat ini. Dengan menempuh jalan tersebut, ia akan sibuk belajar agama untuk memperbaiki aqidahnya, mendalami tauhid dan juga menguasai kesyirikan yang sangat keras Allah larang sehingga harus dijauhi. Oleh karena itu, jalan yang ia tempuh adalah jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam beragama yang merupakan golongan yang selamat yang akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah. Kedua Mengkaji Al Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya. Allah menceritakan bahwa Al Qur’an dapat meneguhkan hati orang-orang beriman dan Al Qur’an adalah petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah Ta’ala berfirman, قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ “Katakanlah “Ruhul Qudus Jibril11 menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan hati orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri kepada Allah”.” QS. An Nahl 102 Oleh karena itu, Al Qur’an itu diturunkan secara beangsur-angsur untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana terdapat dalam ayat, وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلا “Berkatalah orang-orang yang kafir “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil teratur dan benar.” QS. Al Furqon 32 Al Qur’an adalah jalan utama agar seseorang bisa terus kokoh dalam agamanya. 12 Alasannya, karena Al Qur’an adalah petunjuk dan obat bagi hati yang sedang ragu. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ “Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.” QS. Fushilat 44. Qotadah mengatakan, “Allah telah menghiasi Al Qur’an sebagai cahaya dan keberkahan serta sebagai obat penawar bagi orang-orang beriman.”13 Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut, “Katakanlah wahai Muhammad, Al Qur’an adalah petunjuk bagi hati orang beriman dan obat penawar bagi hati dari berbagai keraguan.”14 Oleh karena itu, kita akan saksikan keadaan yang sangat berbeda antara orang yang gemar mengkaji Al Qur’an dan merenungkannya dengan orang yang hanya menyibukkan diri dengan perkataan filosof dan manusia lainnya. Orang yang giat merenungkan Al Qur’an dan memahaminya, tentu akan lebih kokoh dan teguh dalam agama ini. Inilah kiat yang mesti kita jalani agar kita bisa terus istiqomah. Ketiga Iltizam berkomitmen dalam menjalankan syari’at Allah Maksudnya di sini adalah seseorang dituntunkan untuk konsekuen dalam menjalankan syari’at atau dalam beramal dan tidak putus di tengah jalan. Karena konsekuen dalam beramal lebih dicintai oleh Allah daripada amalan yang sesekali saja dilakukan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ ”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. 15 An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun konsekuen dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang Kholiq Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja dilakukan.”16 Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, ”Amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah amalan yang konsekuen dilakukan kontinu. Beliau pun melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat ’Abdullah bin ’Umar.”17 Yaitu Ibnu ’Umar dicela karena meninggalkan amalan shalat malam. Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiyallahu anhuma, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata padanya, يَا عَبْدَ اللَّهِ ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ ، كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ ”Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.”18 Selain amalan yang kontinu dicintai oleh Allah, amalan tersebut juga dapat mencegah masuknya virus ”futur” jenuh untuk beramal. Jika seseorang beramal sesekali namun banyak, kadang akan muncul rasa malas dan jenuh. Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit namun ajeg terus menerus, maka rasa malas pun akan hilang dan rasa semangat untuk beramal akan selalu ada. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk beramal yang penting kontinu walaupun jumlahnya sedikit. -Tunggu kelanjutan artikel ini pada seri kedua, semoga Allah mudahkan- Penulis Muhammad Abduh Tuasikal Artikel dipublish ulang oleh Footnote 1 Jaami’ul Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 246, Darul Muayyid, cetakan pertama, tahun 1424 H. 2 Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauziy, 5/304, Mawqi’ At Tafasir. 3 Ini pendapat Mujahid, As Sudi dan Zaid bin Aslam. Lihat Tafsir Al Qur’an Al Azhim, Ibnu Katsir, 7/177, Dar Thoyyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H. 4 Tafsir Al Qur’an Al Azhim, 7/177. 5 Jaami’ul Ulum wal Hikam, hal. 245. 6 HR. Muslim no. 38. 7 Jaami’ul Ulum wal Hikam, hal. 246. 8 Idem 9 HR. Bukhari no. 4699 dan Muslim no. 2871, dari Al Barro’ bin Azib. 10 Tafsir Al Qur’an Al Azhim, 4/502. 11 Malaikat Jibril disebut ruhul qudus oleh Allah agar beliau tersucikan dari segala macam aib, sifat khianat, dan kekeliruan Lihat Taisir Al Karimir Rohman, Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, hal. 449, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1423 H. Sehingga tidak boleh dikatakan bahwa Jibril memanipulasi ayat atau menyatakan bahwa Al Qur’an adalah perkataan Jibril dan bukan dari Allah. Ini sungguh telah menyatakan Jibril khianat dalam menyampaikan wahyu dari Allah. Wallahul muwaffiq. 12 Lihat Wasa-il Ats Tsabat, Syaikh Sholih Al Munajjid, hal. 2-3, Asy Syamilah. 13 Lihat Jaami’ul Bayan fii Ta’wilil Qur’an, Ibnu Jarir Ath Thobari, 21/438, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1420 H. 14 Tafsir Al Qur’an Al Azhim, 7/184. 15 HR. Muslim no. 783, Kitab shalat para musafir dan qasharnya, Bab Keutamaan amalan shalat malam yang kontinu dan amalan lainnya. 16 Syarh Muslim, An Nawawi, 6/71, Dar Ihya’ At Turots, cetakan kedua, tahun 1392 H. 17 Fathul Baari lii Ibni Rajab, 1/84, Asy Syamilah 18 HR. Bukhari no. 1152.
teks ceramah agama tentang istiqomah